Maha Karya Chopin dan Kemurungan Manusia: Semacam Catatan Penonton Film The Pianist *


Selama hidupnya hingga meninggal karena sebuah penyakit di usia 39 tahun pada 1849, Frederic Chopin, seorang komponis besar berkebangsaan Polandia, tentu tidak menyangka bahwa salah satu komposisi lagunya, Ballade No. 1 in G minor, membuat salah seorang tentara Jerman (SS/ Schutzstaffel) urung membunuh bahkan malah membantu bersembunyi dan bertahan hidup seorang Yahudi-Polandia.

Peristiwa itu terjadi di sebuah rumah yang telah ditinggalkan penghuninya, sama seperti rumah-rumah lain di kota Warsawa Polandia pada sekitar pertengahan tahun 1944. Saat itu, Wladyslaw Szpilman, Yahudi-Polandia yang mengalami banyak hal mengerikan sejak September 1939, dan secara mengejutkan dapat bertahan hidup, tengah mencari apapun yang dapat dimakan di dalam sebuah rumah – yang ternyata milik seorang tentara Jerman (SS/ Schutzstaffel) bernama Wilm Hossenfeld. Si pemilik rumah, Hossenfeld, kebetulan tengah patroli di sekitar rumahnya, dan memutuskan melihat ke dalam rumah tempat dia meninggalkan piano kesayangannya begitu saja.

Singkat cerita, Szpilman menyebutkan bahwa dia seorang pianis. Hossenfeld yang juga suka bermain piano menyuruh Szpilman memainkan sebuah lagu. Szpilman yang telah lama tidak menyentuh tuts piano memilih memainkan intrumen yang menggetarkan tersebut. Hossenfeld sangat menikmati, tersentuh, dan terenyuh permainan Szpilman. Dia lalu menanyakan di mana tempat persembunyian Szpilman, dan secara rutin mengirim makanan – bahkan pada pertemuan terkahir memberikan jaketnya yang hangat – kepada Szpilman.

Beberapa waktu – mungkin hari, minggu, atau bulan – sebelumnya, di sebuah bekas rumah sakit tentara Jerman yang terpaksa ditinggalkan setelah pejuang Polandia berhasil mengusir tentara Jerman dari sana, Szpilman yang lapar, haus, bingung, dan terguncang, duduk di sebuah kursi besi sambil memainkan jemarinya seolah tengah memijit tuts piano. Sebuah instrument terdengar, dan wajah Szpilman begitu tenang. Sementara di luar, tentara Jerman (SS/ Schutzstaffel) kembali lagi dengan menembakkan senapan api mereka ke bangunan-bangunan kosong dan mengumpulkan dan membakar mayat-mayat yang bergeletakan di jalan-jalan.

Dua peristiwa tersebut merupakan bagian dari beberapa adegan ‘menenangkan’ di tengah suguhan menyedihkan suasana kota Warsawa di Polandia selama invasi Jerman ke negara itu pada September 1939 hingga sekitar awal tahun 1945 dalam film The Pianist karya sutradara eksentrik berkebangsaan Polandia dan Perancis, Roman Polandski. Dalam film yang merupakan hasil ekranasi dari Death of A City, sebuah memoar karya performer dan komponis musik Yahudi-Polandia, Wladyslaw Szpilman tersebut, Polandski tahu benar bahwa perbedaan – dan mungkin kekuatan – film yang dibuat tahun 2002 itu dengan film-film tentang Holocaust lainnya seperti Schindler’s List dan Shoah adalah kehadiran sejumlah komposisi lagu maha karya Chopin di filmnya. Maka sejak awal hingga akhir film, kita bisa mendengarkan Nocturne in C-sharp minor, Marzuka in A Mirror, Grande Pollonaise Brillant, dan beberapa nomor lain di berbagai adegan dengan kemunculan dan pengaturan waktu serta visual yang mencengangkan.

Teka-Teki Tak Terselesaikan

Menonton film berdurasi lebih dua jam yang naskahnya dikerjakan Ronald Harwood ini, saya seperti membaca sebuah buku dengan banyak catatan kaki dan bibliografi. Tetapi, setelah film selesai, saya merasa bahwa karya yang mendapat berbagai penghargaan ini adalah teka-teki – setidaknya buat saya sendiri. Alasan Nazi Jerman melakukan genosida terhadap bangsa Yahudi adalah teka-teki. Alasan pecahnya Perang Dunia kedua yang diakhiri dengan peledakan bom atom di Hiroshima adalah teka-teki. Pembantaian di Treblinka yang konon lebih 800.000 warga Yahudi meninggal di sana adalah teka-teki. Kemanusiaan yang seolah tidak berarti untuk alasan yang tidak dimengerti adalah teka-teki. Garis batas hidup dan mati; senang dan sedih; baik dan jahat; juga kaya dan melarat yang tipis adalah teka-teki.

Tetapi, di luar itu, yang menyenangkan dari film ini, selain kehadiran komposisi-komposisi lagu karya Chopin adalah, bahwa Polandski menghadirkan tokoh-tokoh sentralnya sebagai sosok manusia, bukan pahlawan, setan, atau malaikat. Wladyslaw Szpilman bertahan hidup melewati masa-masa krisis bukan karena dia sekuat Rambo, secerdas Sherlock Holmes, atau memiliki peralatan selengkap James Bond. Tapi karena keberuntungan dan bantuan beberapa teman. Termasuk bantuan dari Itzaak Heller, si polisi Yahudi yang menyelematkan Szpilman dari menaiki kereta yang akan membawanya ke Treblinka. Itzaak Heller dan Wilm Hossenfeld, polisi Yahudi dan tentara Jerman, dihadirkan Polandski sebagai manusia yang masih memiliki rasa kemanusiaan – sekecil apapun itu.

Wladyslaw Szpilman, Roman Polandski, Ronald Harwood, dan termasuk Adrien Brody (pemeran Wladyslaw Szpilman) serta sebagian besar tokoh di film ini, tidak mengetahui secara pasti bagaimana mengakhiri berbagai penderitaan dan kemurungan manusia karena kebencian. Tapi, yang pasti, mereka mengetahui benar bahwa bermain dan mendengarkan musik; bercengkerama dan berbagi dengan sesama; menulis dan membaca karya sastra; juga menonton film dan pertunjukan teater adalah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menikmati serta berusaha memahami kehidupan kita yang singkat dan penuh kejutan ini. Termasuk, barangkali, meminimalisasi dan mentransfiugrasi rasa benci sehingga tidak diimplementasikan ke dalam tindakan-tindakan destruktif. 


*  Dibuat sebagai makalah pada kegiatan 
bedah film yang diselenggarakan
Komunitas Rumah Kertas 
di Aula Kampus I UMC,
1 Feburari 2013

Komentar

Postingan Populer